I.
PENDAHULUAN
Penyebab munculnya kaum fundamentalis ialah diakibatkan
oleh arus globalisasi yang tidak terbendung dan tidak terfilterasi oleh
masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya perilaku masyarakat yang amoral dan menyimpang
dari norma-norma agama. Masuknya kultur luar ke suatu daerah yang cenderung
merusak tatanan hidup masyarakat yang telah terikat dengan nilai-nilai luhur
religiositas. hal ini menyebabkan kekhawatiran akan tercabutnya akar-akar
tatanan sosial masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional
yang ada. Kaum fundamentalis muncul sebagai penyaring dan pembendung dari
hancurnya norma-norma agama. Agama merupakan suatu prespektif dalam menilai dan
memandang sesuatu yang syarat dengan muatan moral sehingga identitas keagamaan
sekaligus merupakan sebuah prespektif yang dapat menentukan cara pandang
seseorang.
II.
RUMUSAN MASLAH
1. Istilah fundamentalisme dan
kelahiran fundamentalisme.
2. Macam-macam fundamentalisme.
3. Faktor-faktor gerakan fundamentalisme
III.
PEMBAHASAN
1. Istilah fundamentalisme dan
kelahiran fundamentalisme.
Istilah
fundamentalisme berawal dari serangkaian pamflet yang berjudul“The Fundamental
Of The Faith” yang diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 1920-an. Dalam
pamflet tersebut, para pemimpin Protestan(evanglish) yang konservatif pada masa
itu menyerukan kembali apa yang mereka yakini sebagai inti kebenaran Protestan
demi menghadapi semangat zaman yang liberal dan progresif. Istilah fundamental
kemudian digunakan untuk mengidentifikasi kelompok Protestan yang anti terhadap
modernitas. Istilah ini pada awalnya juga digunakan untuk mengidentifikasikan
kelompok tertentu yang meyakini bahwa dunia ini segera berakhir. Seperti
pemahaman kelompok ajaran Kristen.
Dalam hal ini,
kamus Oxford mendifinisikan kata fundamentalisme sebagai “pemeliharaan secara
ketat atas kepercayaan agama tradisional seperti kesempurnaan Injil dan
penerimaan literal ajaran yang terkandung di dalamnya sebagai fundamental dalam
pandangan Kristen Protestan.[1]Karen
Amstrong mengatakan bahwa gerakan fundamentalis tidak muncul begitu saja
sebagai respons spontan terhadap datangnya modernisasi yang dianggap sudah
keluar terlalu jauh. Semua orang religius berusaha mereformasi tradisi mereka
dan memadukannya dengan budaya modern, seperti yang dilakukan pembaharu muslim.
Ketika cara-cara moderat dianggap tidak membantu, beberapa orang menggunakan
metode yang lebih ekstrem, dan saat itulah gerakan fundamentalis
lahir.Berbicara mengenai istilah fundamentalisme, banyak para sarjana (khususnya
sarjana muslim) mengakui bahwa penggunaan istilah “Fundamentalisme” sangat
problematik dan tidak tepat.
Kaum Syiah yang dalam suatu pengertian umumnya
dikenal sebagai para fundamentalis,tidak terikat pada penafsiran harfiah Al
Qur’an. Dalam hal ini William Montgomery Watt mendefinisikan bahwa kelompok
fundamentalis Islam adalah kelompok muslim yang sepenuhnya menerima pandangan
dunia tradisional serta berkehendak mempertahankannya secara utuh tanpa adanya
suatu arus modernisasi di dalamnya.Fundamentalisme merupakan salah satu
fenomena abad 20 yang paling banyak dibicarakan. fundamentalisme selalu muncul
dalam setiap agama besar dunia, tidak hanya Kristen dan Islam, Fundamentalisme
juga terdapat pada agama Hindu, Budha, Yahudi dan Konfusianisme. sehingga belum
ada definisi yang jelas mengenai istilah “Fundamentalisme” itu sendiri dikarenakan
kemunculannya bermula pada pengistilahan yang dipakai oleh kaum Protestan
Amerika awal tahun 1900-an untuk membedakan diri dari kaum Protestan yang lebih
liberal.[2]
2. Macam-macam fundamentalisme.
Dilihat dari perkembangannya, fundamentalisme dibagi
menjadi dua macam yaitu fundamentalis yang sifatnya positif dan fundamentalisme
yang sifatnya negatif.
1. Fundamentalisme positif, yaitu fundamentalisme yang
menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai sumber moral dan etika
kemaslahatan publik. Fundamentalisme Islam yang sifatnya positif diterjemahkan
sebagai suatu ‘gerakan sosial’, tidak sebagai ‘gerakan Islam’. Secara umum, fundamentalisme
Islam sebagai satu gerakan sosial yang berupaya memapankan (to established)
sistem kepercayaan ‘umat Islam’ yang murni (the Pristine Islam) di tengah
hingar bingar hegemoni dan dominasi budaya Barat. Selain itu, mereka mengakui
bahwa nilai-nilai Islam itu hanya dapat terpelihara dengan membangun satu
bentuk negara teokrasi atau agama sebagai tandingan atas negara atau bangsa
yang demokratis. Tambahan pula, para fundamentalis sedang menggiatkan
politisasi agama (atau Islam politik) untuk memperjuangkan dan membela
tujuan-tujuan sosio-ekonomi dan politik mereka tetapi tetap berasaskan dengan
ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pengertian fundamentalisme positif dapat kita
ambil contoh gerakan orientalis dalam Kristen, gerakan hizbut tahrir dalam
Islam. Untuk mendapatkan legitimasi dari suatu Negara,mereka memasukkan
ideologi mereka dengan cara apapun, baik langsung maupun tak langsung. Dalam
pergerakannya mereka tidak melakukan gerakan dengan cara fisik tetapi
kebanyakan mereka menggunakan ideologi untuk mengubah faham yang semula dianut
menjadi sesuatu yang berlainan dengan ketentuan-ketentuan yang dianut.
2. Fundamentalisme negatif, yaitu
fundamentalisme yang menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber dan justifikasi
atas kekerasan. Pada mulanya, fundamentalisme dalam tradisi Islam adalah upaya
untuk menggali dan bahkan mengembangkan dasar-dasar keagamaan, sebagaimana
terdapat dalam khazanah Ushul Fiqih. Bagi mereka yang memahami khazanah Ushul Fiqih
dengan baik, maka Islam akan berwajah progresif. Tapi sebaliknya, bagi mereka
yang mendekati teks dan doktrin keagamaan tanpa melalui media Ushul Fiqih, maka
kemungkinan akan menjadi fundamentalis yang radikal, bahkan teroristik. Dalam
hal ini fundamentalisme diartikan sebagai tindakan dalam menghadapi musuh-musuh
Tuhan yaitu modernisme dan sekularisme. Oleh karena itu, kaum fundamentalisme
semacam ini dalam pergerakannya sering menggunakan tindakan kekerasan atau yang
lainnya untukmenjadikan apa yang diinginkan tercapai. Dapat dicontohkan
bahwasanya, orang barat menganggap agama Islam adalah agama yang fundamental
dan dalam setiap gerakannya menggunakan kekerasan seperti halnya : Hizbullah,
Al-Qaeda, Front Pembela Islam (FPI).[3]
Menurut Abdul Muis Naharong,
fundamentalisme Islam ada dua bentuk fundamentalisme yaitu :
1.
Fundamentalisme Islam yang moderat dan
2.
Fundamentalisme islam yang radikal.
Fundamentalisme Islam moderat
berupaya mengislamkan masyarakat secara berangsur-angsur (Islamisasi dari
bawah), lewat jalur politik dan dakwah. Usaha mereka tidak jarang diiringi
dengan melakukan tekanan terhadap pemerintah untuk melakukan Islamisasi dari
atas, seperti memasukkan syariat Islam ke dalam Undang-undang dan
sebagainya.Sementara itu, fundamentalisme Islam radikal berupaya melakukan Islamisasi
dengan menghalalkan cara-cara kekerasan. Mereka terbagi menjadi dua yakni yang
berskala Nasional-regional dan yang berskala transnasional-supranasional.Fundamentalisme
Islam radikal berskala Nasional-regional adalah mereka yang berusaha mendirikan
negara Islam dengan cara kekerasan dan syarat utamanya adalah menjatuhkan
secara paksa penguasa suatu Negara ataupun beberapa negara, kemudian diambil
alih dan didirikanlah Negara Islam.
Sementara itu, fundamentalisme Islam radikal
transnasional supranasional lebih memusatkan perhatian dan kegiatannya dalam memerangi
pemerintah yang selalu menekan dan hendak memberantas gerakan Islam di
negaranya. Yang mudah dilihat jelas, adalah kebencian anggota kelompok ini
kepada negara-negara Barat terutama Amerika Serikat (AS) dan sekutunya yang
sering mereka anggap hendak menghancurkan negara Islam dan negara berpenduduk
muslim. Adapun tokoh yang mempengaruhi gerakan-gerakan fundamentalisme dalam
Islam yang pertama kali muncul di wilayah Semenanjung Arabia,ketika masa pra
modern ialah Muhammad Abd al-Wahhab (1703-92) yang dikenal dengan gerakan
Wahabi. Selanjutnya di masa kontemporer sekarang ini gerakan-gerakan
fundamentalis juga banyak bermunculan diantaranya kebangkitan gerakan al-ikhwal
al-muslim (IM) yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, di bawa pimpinan Hasan
al-Banna, yang selanjutnya di gantikan oleh Sayyid al-Quthb.
3. Faktor-faktor gerakan
fundamentalisme
Fenomena aksi terorisme yang telah menelan korban materi
dan ribuan nyawa melayang, yang dilakukan oleh para tokoh fundamentalis,
membuat fundamentalisme Islam, yang juga biasa dikenal dengan nama
Islamisme,Islam militan, Islam radikal dan Islam politik, dan istilah yang lain
yang bermakna serupa dengannya; kembali ramai dan dirasa menarik serta penting
untuk dibicarakan.Padahal, sebelum munculnya fenomena santri (teroris)
keblinger ini, fundamentalisme Islam dianggap sudah gagal, misalnya dalam
tulisan Ray Takeyh (2001) yang berjudul Islamisme: R.I.P (Rest in Peace), atau
Oliver Roy (1994) dalam bukunya The Failure of Political Islam dan sebagainya.
Tetapi, sejak munculnya fenomena santri (teroris)
keblinger,fundamentalisme Islam dan istilah sejenisnya mengalami apa yang oleh Wolfgang
Gunter Lerch (2002) disebut sebagai {Back On the Map}.Maksudnya,
fundamentalisme Islam menjadi bahan perhatian dan perbincangan publik di
seluruh dunia dan minat publik untuk mengetahui gerakan tersebut kembali
meningkat tajam.Di sini fundamentalisme dapat diartikan sebagai gerakan yang
menuju ke dalam (purifikasy) pemurnian. Dapat diartikan sebagai gerakan yang secara
mutlak dilandaskan ajaran agama. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi
adanya gerakan fundamentalisme dikarenakan :
1. Adanya keinginan dari sekelompok
umat untuk melakukan pemurnian (purifikasi)terhadap ajaran agama Islam yang
dianggap sudahmenyimpang dari sumber
aslinya.
2. Adanya perintah Allah di dalam Al
Qur'an (umatan wahidah) untukmenjadikan seluruh umat manusia menuju jalan yang
benar. Dalam hal iniAl- Qur’an telah mengatakan bahwa manusia dilahirkan untuk
beribadah kepada Allah atau menyembah kepada-Nya
3. Arus globalisasi yang tidak terbendung yang
tidak terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya perilaku
masyarakat yang imoral dan menyimpang dari norma-norma agama.
4. Kekuasaan despotik pemerintahan yang
menyeleweng dari nilai-nilai yang fundamental.
5. Berkembangnya sains dan teknologi
modern yang dianggap menyimpang atau menyeleweng dari aturan yang telah
ditetapkan oleh kitab suci.
6. Adanya penjajahan barat yang
serakah, menghancurkan serta secular justru datang belakangan.
Agama
yang telah mengajarkan tentang tata cara atau aturan untuk hidup yang lebih
baik yang menuju ke arah damai dijadikan sebuah kedok untuk menjalankan
aksi-aksi teror yang sekarang ini marak-maraknya terjadi. Dari segi arti agama
mempunyai tujuan yang mulia, contohnya agama Islam yang mengajarkan
keselamatan, agama Kritsten yang mengajarkan kasih sayang dan agama-agama
lainnya yang mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat kebaikan. Dalam setiap
agama mempunyai aturan-aturan tersendiri yang mengharuskan para penganut agama
masing-masing berbuat kebaikan dan menjalankan kebenaran. Terjadinya
perkembangan sains atau modernisasi yang menyebabkan berubahnya aturan dalam suatu
agama.
Dari
sinilah kaum fundamentalisme lahir untuk menstabilkan aturan-aturan agama yang
telah terkontaminasi oleh modernisasi.Seiring dengan perkembangan kapitalisme
ke arah kapitalisme lanjut,struktur masyarakatpun kembali mengalami perubahan.
Dari masyarakat primitif, masyarakat borjuis-feodal kemasyarakat sekular.
Dengan industrialisasi dan urbanisasi serta perkembangan teknologi, secara perlahan-lahan
terjadi proses tranformasi sosial. Perubahan ini didorong oleh, di satu sisi,
perkembangan teknologi dan peningkatan populasi penduduk di kota-kota besar
yang menyebabkan perubahan pola hidup masyarakat dari masyarakat agraris ke
masyarakat industri. Di sisi lain, sebagai akibat perubahan tersebut, terjadi
erosi dan kegoncangan struktur nilai sosial masyarakat, luruhnya ikatan sosial
dalam komunitas pedesaan, turunnya status agama dan merebaknya proses sekularisasi
serta diabaikannya nilai-nilai moral. Dari sinilah muncul istilah fundamentalisme.[4]
IV.
KESIMPULAN
Dari semua pembahasan yang telah
di paparkan, mungkin kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwasanya
Fundamentalisme di sini dimengerti sebagai sikap penganut agama yang hanya
menekankan aspek ketaatan secara harfiah atas sejumlah prinsip keagamaan yang
dianggap mendasar.Dilihat dari perkembangannya, fundamentalisme dibagi menjadi
dua macam yaitu fundamentalis yang sifatnya positif dan fundamentalisme yang
sifatnya negative Fundamentalisme positif, yaitu fundamentalisme yang
menjadikan teks dan tradisi keagamaan sebagai sumber moral dan etika
kemaslahatan publik. Fundamentalisme negatif, yaitu fundamentalisme yang
menjadikan teks dan tradisi sebagai sumber dan justifikasi atas kekerasan
Adapun faktor-faktor yang melatar
belakangi adanya gerakan fundamentalisme dikarenakan :
- Adanya keinginan dari sekelompok umat untuk melakukan
pemurnian (purifikasi) terhadap ajaran agama Islam yang dianggap sudah menyimpang
dari sumber aslinya.
- Adanya perintah Allah di dalam Al-Quran (umatan
wahidah) untuk menjadikan seluruh umat manusia menuju jalan yang benar.
- Arus globalisasi yang tidak terbendung yang tidak
terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya perilaku masyarakat
yang imoral dan menyimpang dari norma-norma agama.
- Berkembangnya sains dan teknologi modern yang dianggap
menyimpang atau menyeleweng dari aturan yang telah ditetapkan oleh kitab suci.
- Adanya penjajahan barat yang serakah, menghancurkan
serta sekular
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah penulis
buat, penulis sadar makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan makalah selanjutnya. Namun, penulis
tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
VI.
DAFTAR PUSTAKA
·
Nurcholish
Madjid, Islam, Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah KritisTentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan Dan Kemodernan,
Jakarta:Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
·
http//fundamentalisme//javamaal.co,id
0 comments:
Post a Comment