MUKHTALIF AL-HADITS
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata
Kuliah : Ulumul Hadits 2
Dosen
Pengampu : Muhtarom,
M. Ag
Disusun
oleh :
Zainul
musthofa (104211057)
Aufal
marom (104211061)
Yuli
Prasetyo (104211053)
FAKULTAS
USHULUDDIN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
MUKHTALIF AL-HADITS
I.
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita tahu ilmu hadits dalam
pembagiannya memiliki banyak sekali cabang –cabang yang membahas tentang
hal-hal yang berkaitan dengan hadits. Ilmu-ilmu tersebut sangat penting untuk
diketahui apalagi bagi orang-orang yang menekuni bidang hadits, karena dapat
membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan hadits.
Salah satu dari ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu mukhtalif al-hadits. Ilmu
ini membahas tentang hadits-hadits yang secara lahir saling bertentangan antara
satu dengan yang lain. Pertentangan tersebut terkadang membuat orang-orang yang
menekuni hadits menjadi bingung tentang apa yang sebenarnya dimaksudkan dalam
hadits-hadits tersebut. Karena hal inilah para tokoh hadits berpikir
tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Akhirnya ditemukanlah ilmu mukhtalif al-hadits ini yang di dalamnya membahas
tentang metode-metode yang digunakan untuk memecahkan masalah pertentangan
diantara hadits-hadits nabi tersebut. Dan untuk lebih jelasnya, makalah ini
akan mencoba membahas tentang ilmu mkhtalif al-hadits ini.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Sejarah Singkat Mukhtalif al-Hadits
B. Pengertian Mukhtalif al-Hadits
C. Urgensi Mukhtalif al-Hadits
D. Sebab-sebab Mukhtalif al-Hadits
E. Penyelesaian Mukhtalif al-Hadits
III.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat Mukhtalif Al-Hadits
Pada masa awal sistematisasi, perumusan
dan penulisannya, ilmu yang berhubungan dengan hadits-hadits yang mukhtalif ini
dibahas dalam ilmu ushul fiqh. Ini jelas terlihat dari rumusan yang dilakukan
oleh Imam Syafi’i dalam kitab ar-Risalah, al-Umm, dan Ikhtilaf al-Hadits.
Pembahasan ikhtilaf ini juga ditulis oleh Ibnu Qutaibah dalam kitabnya Ta’wil
Mukhtalif al-Hadits (213-276 H) dan Musykil al-Atsar karya
ath-Thahawi (229-321 H).
Di sisi lain, ilmu yang berhubungan
dengan ilmu hadits dalam makna ilmu riwayah, lebih bersifat ilmu musthalah al-hadits. Hal ini terlihat
jelas dalam kitab al-Muhaddits al-Fashil karya Ramahurmuziy (w. 360), yang dipandang
sebagai kitab pertama dalam ilmu ini.
Dalam perkembangannya, ilmu ini tidak
saja dibahas dalam kitab-kitab ushul fiqih, tetapi juga dalam ilmu hadits pada
umumnya. Sementara terapannya bertebaran dalam kitab-kitab fiqih dan syarah
hadits, seperti al-Mughni karya Ibnu Qudamah, Fath al-Bari; Syarah
Shahih Bukhori karya Ibnu Hajar, Syarah an-Nasa’iy karya as-Suyuti, Tanwir
al-Hawalik; Syarah Muwaththa’ karya as-Suyuti, Syarah Muwaththa’
karya az-Zarqani, Subulus Salam;Syarah Bulughu al-Maram karya
ash-Shan’ani dan sebagainya.[1]
B. Pengertian Mukhtalif Al-Hadits
Dalam kaidah bahasa Mukhtalaf Al-Hadis}
adalah susunan dua kata benda (isim) yakni Mukhtalaf dan Al-Hadis. Mukhtalaf
sendiri adalah isim maf’ul dari kata ikhtalafa yang berarti perselisihan dua
hal atau ketidaksesuaian dua hal, secara umum apabila ada dua hal yang
bertentangan, hal tersebut bisa dikatakan mukhtalaf atau ikhtilaf. Sedangkan
dalam istilah ahli hadis, Mukhtalif Al-Hadis (dengan dibaca kasroh lam’) adalah
hadis yang - secara dhohir - tampak saling bertentangan dengan hadis lain. dan
dengan dibaca fathah lam’nya adalah dua hadis yang secara makna saling
bertentangan. dari dua definisi diatas bisa disimpulkan bahwa Mukhtalif Al-Hadis
adalah adalah esensi hadis
itu
sendiri, sedangkan Mukhtlaf Al-Hadis adalah pertentangannya.[2]
Sedangkan menurut istilah ilmu mukhtalif
al-Hadits ialah ilmu yang membahas hadits-hadits, yang menurut lahirnya
bertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan atau
dilkompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang sulit
dipahami kandungannya, dengan menghilangkan kesulitannya serta menjelaskan
hakikatnya. (Al-Hafidz Ibnu Katsir, al- Basis al-Hadits; Syarah Ikhtisar
‘Ulum Al-Hadits).[3]
Dari pengertian ini dapat dipahami,
bahwa dengan menguasai ilmu mukhtalif al-hadits, hadits-hadits yang tampaknya
bertentangan akan dapat diatasi dengan menghilangakan pertentangan tersebut.
Begitu juga kemusykilan yang terlihat dalam hadits, akan segera dapat
dihilangkan dan ditemukan hakikat dari kandungan hadits tersebut.
Definisi yang lain menyebutkan bahwa
ilmu mukhtalif al-hadits ialah ilmu yang membahas hadits-hadits yang menurut
lahirnya saling bertentangan, karena adanya kemungkinan dapat dikompromikan,
baik dengan cara mentaqyid kemutlakannya, atau mentakhsis keumumannya, atau
dengan cara membawanya kepada beberapa kejadian yang relevan dengan hadits
tersebut.(Subhi Al-Shalih)
Sebagian ulama’ menyamakan istilah ilmu
mukhtalif al-hadits dengan ilmu musykil al-hadits, ilmu ta’wil
al-hadits, ilmu talfiq al-hadits, dan ilmu ikhtilaf al-hadits.
Jadi
ilmu ini berusaha untuk mempertemukan dua atau lebih hadits yang bertentangan
maknanya. Ilmu ini sangat dibutuhkan oleh ulama’ hadits, ulama’ fiqh, dan
lain-lain.[4]
C. Urgensi Mukhtalif al-Hadits
Bahwasanya memahami hadis Nabi SAW.
dengan pemahaman yang sehat, kuat, dan jernih serta dalam, dan juga melakukan
istinbat hukum dari hadis tersebut secara benar dan sah tidak bisa terlaksana
dengan sempurna kecuali didukung dengan pengetahuan tentang Mukhtalaf Al-Hadis,
sehingga mau tidak mau bagi seorang ilmuan (‘ulama) yang berkecimpung dalam bidang
tersebut memahami Mukhtalif Al-Hadis merupakan sebuah keniscayaan.
Saking pentingnya memahami Muhktalif
Al-Hadis}, para ‘ulama bervariasi dalam memposisikan (Makanah) Ilmu Muhktalaf
Al-Hadis}.
Diantara
mereka adalah Ibnu Hazm Al-Dhahiri, berikut statmennya:
وهذا من أدق ما يمكن أن يعترض أهل العلم
من تأليف النصوص وأغمضه وأصعبه
Artinya
(kurang lebih) :
“dan
ini (maksudnya adalah Ilmu Muhktalaf Al-Hadis) merupakan salah satu disiplin
ilmu yang sulit, rumit bagi seorang ilmuan (Ahl Al-‘Ilm) dalam merumuskan atau
menjabarkan nash-nash hadis”
Dan
Imam Abu Zakariya Al-Nawawi mengatakan dengan ungkapan :
" هذا
فنٌ من أهمِّ الأنواع، ويضطرُّ إلى معرفته جميع العلماء من الطوائف "
Artinya
(kurang lebih) :
“dan
ini (maksudnya adalah Ilmu Mukhtalaf Al-Hadis) merupakan salah satu fan ilmu
terpenting. dan semua ‘ulama dari segala kelompok mutlak membutuhkan
pengetahuan tentang ilmu ini.”
Terkait urgensi Ilmu Mukhtalaf Al-Hadits
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
"
فإن تعارض دلالات الأقوال وترجيح بعضها
على بعض بحر خضم"
Artinya
(kurang lebih):
“sesungguhnya
pertentangan (secara dhahir) antara beberapa petunjuk dalil dan melakukan
tarjih pada sebagian dalil tersebut merupakan samudera yang sangat luas
(artinya sangat luas dan rumit)”[5]
D. Sebab-sebab Mukhtalif al-Hadits
a. Faktor Internal Hadits
(al ‘Amil Al Dakhily)
Yaitu
berkaitan dengan internal dari redaksi hadits tersebut. Biasanya terdapat
‘illat (cacat) didalam hadits tersebut yang nantinya kedudukan hadits tersebut
menjadi dha’if. Dan secara otomatis hadits tersebut ditolak ketika hadits
tersebut berlawanan dengan hadits shohih.
b.
Faktor
Eksternal (al’ Amil al Kharijy)
Yaitu
faktor yang disebabkan oleh konteks penyampaian dari Nabi, yang mana menjadi
ruang lingkup dalam hal ini adalah waktu, dan tempat dimana Nabi menyampaikan
haditsnya.
c.
Faktor
Metodologi (al Budu’ al Manhajy)
Yakni
berkitan dengan cara bagaimana cara dan proses seseorang memahami hadits
tersebut. Ada sebagian dari hadits yang dipahami secara tekstualis dan belum
secara kontekstual yaitu dengan kadar keilmuan dan kecenderungan yang dimiliki
oleh seorang yang memahami hadits, sehingga memunculkn hadits-hadits yang
mukhtalif.
d. Faktor
Ideologi
Yakni
berkaitan dengan ideologi
suatu madzhab dalam memahami suatu hadits, sehingga memungkinkan terjadinya
perbedaan dengan berbagai aliran yang sedang berkembang.[6]
E. Penyelesaian Mukhtalif al-Hadits
Dari definisi yang telah disebutkan
dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa, pertentangan yang terjadi pada
hadits-hadits mukhtalif bersifat lahir, bukan hakiki. Hal ini tentu saja
berangkat dari asumsi yang sangat kuat bahwa tidak mungkin terjadi pertentangan
yang sangat kuat antara hadits-hadits yang sumbernya sama yaitu Rasulullah saw.
Selanjutnya, secara metodologis penyelesaian hadits mukhtalif dapat dilakukan
dengan beberapa pendekatan.
1. Pendekatan at-Taufiq atau al-Jam’u
Pendekatan ini dilakukan dengan mengkompromikan kedua
hadits yang mukhtalif tersebut. Upaya kompromi ini secara umum dapat dilakukan
dengan penerapan pola umum khusus atau muthlaq dan muqayyad.
Penerapan pola khusus dapat pula dilihat kekhususan dari konteks kapan, di
mana, dan kepada siapa Nabi bersabda.
2. Pendekatan Nasakh
Pendekatan ini dilakukan jika jalan taufiq tidak dapat
dilakukan. Itupun jika data sejarah kedua hadits yang ikhtilaf dapat diketahui
dengan jelas. Tanpa mengetahui taqaddum
dan taakhhur dari kedua hadits itu, metode nasakh mustahil dapat
dilakukan.[7] Pendekatan nasakh sendiri yaitu menghapus
hadits yang turunnya lebih dahulu kemudian mengamalkan hadits yang turunnya
kemudian.
3. Pendekatan Tarjih
Dalam pengertian sederhana, tarjih adalah suatu upaya komparatif untuk menentukan
sanad yang lebih kuat pada hadits-hadits yang tampak ikhtilaf. Tarjih merupakan
upaya terakhir yang mungkin dilakukan dalam menyelesaikan hadits-hadits
mukhtalif ketika jalan taufiq dan nasakh mengalami kebuntuan.
Jika pada langkah terakhir ini ikhtilaf
juga tidak dapat diselesaikan, maka hadits-hadits tersebut terpaksa
dinyatakan tidak dapat diamalkan (tawaqquf).[8]
IV.
KESIMPULAN
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa:
a.
Pada
masa awal sistematisasi, perumusan dan penulisannya, ilmu yang berhubungan
dengan hadits-hadits yang mukhtalif ini dibahas dalam ilmu ushul fiqh.
b.
Dalam
kaidah bahasa Mukhtalaf Al-Hadis} adalah susunan dua kata benda (isim) yakni
Mukhtalaf dan Al-Hadis. Sedangkan
dalam istilah ahli hadis, Mukhtalif Al-Hadis (dengan dibaca kasroh lam’) adalah
hadis yang - secara dhohir - tampak saling bertentangan dengan hadis lain.
c.
Memahami hadis Nabi SAW. dengan pemahaman
yang sehat, kuat, dan jernih serta dalam, dan juga melakukan istinbat hukum
dari hadis tersebut secara benar dan sah tidak bisa terlaksana dengan sempurna
kecuali didukung dengan pengetahuan tentang Mukhtalaf Al-Hadis, sehingga mau
tidak mau bagi seorang ilmuan (‘ulama) yang berkecimpung dalam bidang tersebut memahami Mukhtalif Al-Hadis merupakan sebuah
keniscayaan.
d.
Sebab-sebab
Mukhtalif al-Hadits
1. Faktor Internal Hadits (Al ‘Amil Al Dakhily)
2.
Faktor
Eksternal (al’ Amil al Kharijy)
3. Faktor Metodologi (al Budu’ al Manhajy)
4. Faktor Ideologi
e. Penyelesaian Mukhtalif al-Hadits
1.
Pendekatan
at-Taufiq atau al-Jam’u
2.
Pendekatan
Nasakh
3.
Pendekatan
Tarjih
f.
Dan jika ketiga metode penyelesaian tersebut tidak berhasil dilakukan,
maka yang mukhtalif tersebut terpaksa dinyatakan tidak diamalkan (tawaqquf).
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang telah penulis buat, penulis sadar makalah ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kebaikan makalah selanjutnya. Namun, penulis tetap berharap makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Juned, Daniel, Ilmu Hadis, Jakarta: Erlangga, 2010
Suparta, munzier, Ilmu Hadis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003
0 comments:
Post a Comment