I.
PENDAHULUAN
Keberhasilan
menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam
diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, yaitu
metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan
ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah
dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan Islam, perlu dipergunakan metode
pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia,
meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada
satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua
keadaan.
Sebaik
apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan
tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu
informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode
kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan
metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai
faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. (Anwar, 2003: 42)
Rasul saw. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan
metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran
yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw.
sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga
nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat
memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan
mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak
orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.
II.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Metode Pendidikan.
Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan
pendidikan adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat,
materi pendidikan dapat diterima dengan baik. Metode diibaratkan sebagai alat
yang dapat digunakan dalam suatu proses pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu
materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efektif dan efisien dalam
kegiatan pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani
yaitu meta yang berarti ”yang dilalui” dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni
jalan yang harus dilalui. Jadi secara harfiah metode adalah cara yang tepat
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan dalam bahasa Inggeris, disebut dengan method
yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia Dalam bahasa Arab, metode
disebut dengan tharīqah yang berarti jalan atau cara. Demikian pula menurut
Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan metode. Secara
terminologi, para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di
antaranya pengertian yang dikemukakan Surakhmad, bahwa metode adalah cara yang
di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut Yusuf,
metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau membahas tentang bermacam-macam
metode mengajar, keunggulannya, kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran
dan bagaimana penggunaannya. Poerwakatja, mengemukakan; metode pembelajaran
berarti jalan ke arah suatu tujuan yang mengatur secara praktis bahan
pelajaran, cara mengajarkannya dan cara mengelolanya.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai
pengertian metode pendidikan, beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a. Melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab;
b. Aktivitas tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan
tertentu;
c. Tujuan harus dicapai secara efektif.
Ada istilah lain dalam pendidikan yang mengandung makna
berdekatan dengan metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi, sebagai
berikut:
a.
Pendekatan (al-madkhal/approach).
Pendekatan yaitu sekumpulan pemahaman mengenai bahan
pelajaran yang mengandung prinsip-prinsip filosofis. Jadi pendekatan merupakan
kebenaran umum yang bersifat mutlak. Misalkan asumsi yang berhubungan dengan
pembelajaran bahasa, bahwa aspek menyimak dan percakapan harus diajarkan
terlebih dahulu sebelum aspek membaca dan menulis atau sebaliknya, sehingga
dari asumsi tersebut pendidik dapat menentukan metode yang tepat.
b. Teknik/strategi.
Teknik penyajian bahan pelajaran adalah penyajian yang
dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada peserta
didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan dengan
baik. Teknik adalah pelaksanaan pengajaran di dalam kelas, yaitu penggunaan
metode yang didasarkan atas pendekatan terhadap materi pelajaran. Jadi teknik
harus sejalan dengan metode dan pendekatan. Misalkan dalam mengatasi masalah
peserta didik yang tidak dapat menyebutkan bunyi suatu huruf dengan tepat,
pendidik memintakan peserta didik untuk menirukan ucapannya.
c. Metode
Metode adalah rencana menyeluruh yang berkenaan dengan
penyajian bahan/materi pelajaran secara sistematis dan metodologis serta
didasarkan atas suatu pendekatan, sehingga perbedaan pendekatan mengakibatkan
perbedaan penggunaan metode. Jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan
Islam, dapat membawa arti metode sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan
tingkah laku sehingga terlihat dalam pribadi subjek dan obyek pendidikan, yaitu
pribadi Islami. Selain itu, metode dapat membawa arti sebagai cara untuk
memahami, menggali dan mengembangkan ajaran Islam, sehingga terus berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman.(Nata, 2001: 91).
Metode, merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Alat ini mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan
monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode mengandung kegunaan yang serba
ganda, misalnya suatu metode tertentu pada suatu situasi kondisi tertentu dapat
digunakan membangun dan memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si
pemakai atau pada corak, bentuk dan kemampuan dari metode sebagai alat.
Sebaliknya monopragmatis, bilamana metode mengandung satu macam kegunaan untuk
satu macam tujuan. Penggunaannya mengandung implikasi bersifat konsisten,
sistematis dan kebermaknaan menurut kondisi sasarannya. Mengingat sasaran
metode adalah manusia, maka pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam
penerapannya.
Metode pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi
penghalang kelancaran jalannya proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan
waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang
guru baru berdaya guna dan berhasil guna, jika mampu dipergunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Dalam pendidikan Islam, metode yang
tepat guna adalah metode yang mengandung nilai nilai instrinsik dan ekstrinsik,
sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk
merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam.
Nahlawi , mengatakan metode pendidikan Islam adalah metode dialog, metode kisah
Qur’ani dan Nabawi, metode perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode keteladanan,
metode aplikasi dan pengamalan, metode ibrah dan nasihat serta metode tarģîb
dan tarhîb.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas, dapat dipahami bahwa
metode pendidikan Islam adalah berbagai cara yang digunakan oleh pendidik
muslim, sebagai jalan pembinaan pengetahuan, sikap dan tingkah laku, sehingga
nilai-nilai Islami dapat terlihat dalam pribadi peserta didik (subjek dan obyek
pendidikan).
2. Hadis-hadis Tentang Metode Pendidikan dalam Lingkup
Makro
a.
Metode Keteladanan.
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي
قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ
رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya:
“Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik
memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi
az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil
membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan
Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.” (al-Bukhari, 1987,
I: 193)
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat
membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang
kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan
tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya
ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan
Rasulullah saw. untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak
perempuan. Rasulullah saw. menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat
sekalipun. (Al-Asqalani, 1379H: 591-592). Hamd, mengatakan bahwa pendidik itu
besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat dari gurunya akan ditirunya,
karena anak didik akan meniru dan meneladani apa yang dilihat dari gurunya,
maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik. (al-Hamd, 2002: 27).
Memperhatikan kutipan di atas dapat dipahami bahwa
keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik
sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya baik, ada kemungkinan anak didiknya
juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk,
ada kemungkinan anak didiknya juga berperangai buruk.
Rasulullah saw. merepresentasikan dan mengekspresikan apa
yang ingin diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya
ke dalam kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt., bagaimana bersikap sederhana,
bagaimana duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan
lain sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi
pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode
pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh
Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara
utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
لقد
كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya:” Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. 33: 21).
Al-Baidhawi (Juz 5: 9), memberi makna uswatun
hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam
pendidikan, keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina
perkembangan anak didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah
saw., yang dapat menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga
diharapkan anak didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan,
keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak
didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw., yang dapat
menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak
didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
b. Metode lemah lembut/kasih sayang.
حَدَّثَنَا
أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ
هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ
يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ
أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ
بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي لَكِنِّي
سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ
أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا
شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ
النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ….
Artinya:” Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu
Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari
Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari
Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama Rasulullah
saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya
berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan
mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam.
Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai tebusannya),
saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang lebih baik
pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak, memukul dan
mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak
boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan
membaca Alquran.” (Muslim, t.t, I: 381).
An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini
menunjukkan keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah
lembut dan mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini
juga perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah saw. dalam
mendidik.(an-Nawawi, 1401H, V: 20-21).
Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena
materi pelajaran yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta
didik. Dengan sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan
terdorong untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
c.
Metode
deduktif.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ
اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ
الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ
مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا
تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا
فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Artinya:
Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari
Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang
yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali
naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada
Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling
mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang
diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada
Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat
Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir. (al-Bukhari, t.t, I: 234).
Menurut Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan
secara global) suatu materi pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar
tentang isi materi pelajaran, sehingga lebih mengena di hati dan memberi
manfaat yang lebih besar. (an-Andalusi, 1979, I: 97).
d.
Metode
perumpamaan
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ
يَعْنِي الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ
كَمَثَلِ الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ
مَرَّةً وَإِلَى هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya;
Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb
yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke
sini. (Muslim, IV: 2146)
Menurut
ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa nafsu
untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di
antara dua kambing betina. Tidak
tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut
diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode
pembelajaran untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi
pelajaran dapat dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara
menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak
dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw.
sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga
benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau
menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat
jelas.
e.
Metode
kiasan.
حَدَّثَنَا
يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ
أُمِّهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ
قَالَ خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ
قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya:
Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah dari Ibunya
dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci dari haid.
Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara mandi.
Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan bersuci
dengannya. Ia bertanya, bagaimana
aku bersuci dengannya? Sabda Rasul saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah,
beliau menutup wajahnya. Aisyah mengatakan telusurilah bekas darah (haid)
dengan kain itu. (al-Bukhari, I: 119)
Ibn Hajar, memberi
komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan ini adalah dalil tentang
disunnahkannya menggunkan kiasan/sindiran pada hal-hal yang berkenaan dengan
aurat dan bimbingan untuk masalah-masalah yang dianggap aib. (al-Asqalani, I:
415-416). Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, mengatakan cara mempergunakan kiasan
dalam pembelajaran, yaitu:
1) Rayuan dalam nasehat, seperti memuji kebaikan anak
didik, dengan tujuan agar lebih meningkatkan kualitas akhlaknya, dengan
mengabaikan membicarakan keburukannya.
2) Menyebutkan tokoh-tokoh agung umat Islam masa lalu,
sehingga membangkitkan semangat mereka untuk mengikuti jejak mereka.
3) Membangkitkan semangat dan kehormatan anak didik.
4) Sengaja menyampaikan nasehat di tengah anak didik.
5) Menyampaikan nasehat secara tidak langsung/ melalui
kiasan.
6) Memuji di hadapan orang yang berbuat kesalahan, orang
yang mengatakan sesuatu yang berbeda dengan perbuatannya. Merupakan cara
mendorong seseorang untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan.
f.
Metode memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا
شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا
وَبَشِّرُوا وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya:
Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis
Syu’bah katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan
mempersulit. Rasulullah saw. suka memberikan keringanan kepada
manusia.(al-Bukhari, I: 38)
Ibnu Hajar al-Asqalâni mengomentari hadis tersebut dengan
mengatakan pentingnya memberikan kemudahan bagi pelajar yang memiliki
kesungguhan dalam belajar, (al-Asqalani, I: 62) dalam arti mengajarkan ilmu
pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar.
Sebagai pendidik, Rasulullah saw. tidak pernah
mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki motivasi yang kuat untuk
tetap meningkatkan aktivitas belajar .
g.
Metode
perbandingan.
حَدَّثَنَا
أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ
بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ
سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا
مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى
بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ
جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ
بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ
إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya:
Hadis Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair,
hadis Abi Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn
A’yân, hadis Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid,
hadis Muhammad ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis
Ismâil, hadis Qâis katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin
katanya, Rasul saw. bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan
akhirat kecuali seperti seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk
kepada telunjuknya di laut, kemudian perhatikan apa yang tersisa di
telunjuknya. (Muslim, IV: 3193)
Imam
an-Nawâwi memberi komentar pada hadis ini, dengan ungkapan” akhirat
dibandingkan dengan dunia, dalam hal waktunya dunia itu singkat dan
kenikmatannya yang sirna, sedangkan akhirat serba abadi, sebagaimana
perbandingan antara air yang lengket pada jari dibanding dengan sisanya di
lautan. (an-Nawawi, XVII: 192-193)
Makna
hadis di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam pendidikan, sehingga
potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat memahami hal-hal yang
memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan lainnya.
III. PENUTUP
Metode
pendidikan adalah cara yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan bahan
pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan metode yang tepat dan sesuai,
bahan pelajaran dapat dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Beberapa metode pendidikan yang dikemukakan dalam makalah
ini (masih banyak yang belum), terdiri dari metode keteladanan, metode lemah
lembut/kasih sayang, metode deduktif, metode perumpamaan, metode kiasan, metode
memberi kemudahan, metode perbandingan, metode tanya jawab, metode pengulangan,
metode demonstrasi, metode eksperimen, metode pemecahan masalah, metode
diskusi, metode pujian/memberi kegembiraan, metode pemberian hukuman dapat
dilaksanakan pendidik dalam penanaman nilai-nilai pada ranah afektif dan
pengembangan pola pikir pada ranah kognitif serta latihan berperilaku terpuji
pada ranah psikomotorik.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Qomari, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya
Bangsa, Jakarta: UHAMKA Press, 2003.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Asqalâni, Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil, Fâthul
Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri. Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H.
Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil, Al-Jâmi’
al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1, Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, 198.
Grendler, Bell E. Margaret, Belajar dan Membelajarkan,
terj. Munandir, Jakarta: Rajawali, 1991.
Munawwir, Warson Ahmad, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
Nahlawi,
Abdurrahman, Ushulut Tarbiyyah Islamiyyah Wa Asâlibiha fî Baiti wal
Madrasati wal Mujtama’ terj. Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press:1996.
Naisabūri,
Abu al-Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Shahih Muslim, Juz 1, Saudi
Arabia : Idâratul Buhūş Ilmiah wa Ifta’ wa ad-Dakwah wa al-Irsyâd, 1400 H.
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria. Syarah an-Nawāwi
‘ala Shahih Muslim,
Beirut: Dâr al-Fikri, 1401 H.
Poerwakatja, Soegarda, Ensiklopedia Pendidikan,
Jakarta: Gunung Agung, 1982.
Sijistâni, Abu Dâud Sulaiman ibn al-Asy’aş, Sunan Abu
Dâud, Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, cet 1, 1401 H.
Surakhmad,Winarno, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar,
Bandung:
Tarsito, 1998.
0 comments:
Post a Comment