Adab Bertamu


I.                   PENDAHULUAN.
Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi atau bertamu, yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syari’at) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan.Namun, bertamu, baik itu kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali persaudaraan terhadap sesama muslim. Allah berfirman: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.” (Al Hujurat: 13)

II.                RUMUSAN MASALAH.

A.    Adab  bertamu.
B.     Adab bagi Tuan Rumah.
III.             PEMBAHASAN.
a.       Adab bertamu.
Bahwa seorang yang hendak bertamu kepada orang lain,tidak sewenang-wenangnya seenaknya  sendiri,bahwa tingkah laku kita mencerminkan suatu nilai dalam kehidupan kita,maka ada beberapa adab bertamu sebagai berikut :
1.      Bagi seorang yang diundang, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, من دعى فليجب
   “Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)


من ترك الدعوة فقد عصى الله ورسوله                                                              
                     “Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR.Bukhari).
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.Orang yang mengundang adalah muslim.Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasilan haram.
Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.

2.       Hendaknya tidak membeda-bedakan siapa yang mengundang, baik orang yang kaya ataupun orang yang miskin.
3.       Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim. Sebagaimana hadits yang menerangkan bahwa, “Semua amal tergantung niatnya, karena setiap orang tergantung niatnya.” (HR. Bukhari).
4.      Apabila kita dalam keadaan berpuasa, tetap disunnahkan untuk menghadiri undangan karena menampakkan kebahagiaan kepada muslim termasuk bagian ibadah. Puasa tidak menghalangi seseorang untuk menghadiri undangan,sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:اد دعى احدكم فليجب فان كان صائما فليصل وان كان مفطرا فليطعم
‘’Jika salah seorang di antara kalian di undang, hadirilah! Apabila ia puasa, doakanlah! Dan apabila tidak berpuasa, makanlah!” (HR. Muslim).
5.      Seorang tamu meminta persetujuan tuan untuk menyantap, tidak melihat-lihat ke arah tempat keluarnya perempuan,tidak menolak tempat duduk yang telah disediakan.
6.      Setelah selesai bertamu hendaklah seorang tamu pulang dengan lapang dada, memperlihatkan budi pekerti yang mulia, dan memaafkan segala kekurangan tuan rumah.[1]
b.      Adab bagi Tuan Rumah.
1.      Ketika mengundang seseorang, hendaknya mengundang orang-orang yang bertakwa, bukan orang yang fajir (bermudah-mudahan dalam dosa), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,:
لا تصاحب الا مؤمنا ولا ياءكل طعامك الا تقي                                      
“Janganlah engkau berteman melainkan dengan seorang mukmin, dan janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa!”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

2.       Tidak mengkhususkan mengundang orang-orang kaya saja, tanpa mengundang orang miskin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,: شر الطعام طعام الوليمة يدعى لها الا غنيآ,ويترك الفقرآ
“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.”
(HR. Bukhari Muslim(
3.       Tidak mengundang seorang yang diketahui akan memberatkannya kalau diundang.
4.      Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkandari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,:مرحبا با لوفد الذين جاؤا غير خزايا ولالندمى    
“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari).
5.       Dalam penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam.Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
6.      Jangan mengangkat makanan yang dihidangkan sebelum tamu selesai menikmatinya.
7.      Hendaknya mengantarkan tamu yang mau pulang sampai ke depan rumah.[2]

III.             KESIMPULAN.
Namun yang tidak boleh dilupakan bagi orang yang hendak bertamu adalah mengetahui adab-adab dan tata krama dalam bertamu, dan bagaimana sepantasnya perangai (akhlaq) seorang mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga perangai (akhlaq) yang baik merupakan tujuan diutusnya Rasulullah , sebagaimana beliau bersabda :   انما بعثت لاْتمم مكارم الاْخلاق
Sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlaq (manusia).”
IV.             PENUTUP.
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin







Daftar Pustaka

-Prof.Dr.Abdul Wahab khalaf, ‘’Hadits-Hadits Nabi’’, Gema Risalah, Perss,Bandung,1996.hal 197.
-Syarifuddin Amir, ‘’MUTIARA HADITS’’,PT. LOGOS Wacana Ilmu.jakarta,1997,hlm:124



[1] Prof.Dr.Abdul Wahab khalaf, ‘’Hadits-Hadits Nabi’’, Gema Risalah, Perss,Bandung,1996.hal 197.
[2] Syarifuddin Amir, ‘’MUTIARA HADITS’’,PT. LOGOS Wacana Ilmu.jakarta,1997,hlm:124
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 comments:

Post a Comment